Farmasetika Dasar
Definisi Farmasi
Farmasi adalah ilmu
yang mempelajari cara membuat, mencampur, meracik, memformulasi,
mengidentifikasi, mengkombinasi, menganalisis, serta menstandarkan obat dan pengobatan
juga sifat-sifat obat beserta pendistribusian dan penggunaannya secara aman. Farmasi
dalam bahasa Yunani ( Greek) disebut farmakon yang berarti medika atau obat.
Definisi Apoteker
Apoteker adalah
seorang yang ahli dalam bidang farmasi seperti yang disebut pada definisi di
atas.
Karir Farmasi
meliputi :
- Farmasi komunitas
- Farmasi rumah sakit
- Pedagang besar farmasi (PBF)
- Farmasi Industri
- Pelayanan Farmasi Pemerintahan
- Pendidikan Farmasi
Farmasi Managemen
Kurikulum Pendidikan
Farmasi
Kurikulum pendidikan
farmasi didasari oleh ilmu-ilmu :
- Farmakologi adalah ilmu yang
mempelajari sejarah, khasiat obat di segala segi termasuk
sumber/asal-ususlnya, sifat kimia, sifat fisika, kegiatan fisiologis/
efeknya terhadap fungsi biokimia dan faal, cara kerja, absorpsi, nasib (
distribusi, biotransformasi), eksresinya dalam tubuh, sejak efek
toksiknya; dan penggunaannya dalam pengobatan.
Cabang-cabang
farmakolgi, yaitu :
(a)
Farmakognosi adalah ilmu yang mempelajari tentang sumber bahan obat dari alam,
terutama dari tumbuh-tumbuhan ( bentuk makroskopis dan mikroskopis berbagai
tumbuhan serta organisme lainnya yang dapat digunakan dalam pengobatan).
(b)
Farmakodinamik adalah ilmu yang mempelajari
kegiatan obat/cara kerja obat, efek obat terhadap fungsi berbagai organ serta
pengaruh obat terhadap reaksi biokimia dan struktur organ. Singkatnya, pengaruh
obat terhadap sel hidup atau organisme hidup, terutama reaksi fisiologis yang
ditimbulkannya.
(c) Farmakokinetik
adalah ilmu yang mempelajari tentang absorpsi, distribusi, metabolisme
(biotransformasi), dan eksresi obat (ADME). Singkatnya, pengaruh tubuh terhadap
obat.
(d) Toksikologi
adalah ilmu yang mempelajari zat-zat racun dengan khasiatnya serta cara-cara
untuk mengenal/mengidentifikasi dan melawan efeknya.
2. Kimia farmasi
(organik dan anorganik) adalah llmu yang mempelajari tentang analisis
kuantitatif dan kualitatif senyawa-senyawa kimia, baik dari golongan organik (
alifatik, aromatik, alisiklik, heterosiklik) maupun anorganik yang berhubungan
dengan khasiat dan penggunaannya sebagai obat.
3.
Farmasi/farmasetika adalah ilmu yang mempelajari tentang cara penyediaan ob at
meliputi pengumpulan, pengenalan, pengawetan, bentuk tertentu hingga
siap digunakan sebagai obat; serta perkembangan obat yang meliputi ilmu
dan teknologi pembutan obat dalam bentuk sediaan yang dapat digunakan dan
diberikan kepada pasien.
4. Teknologi farmasi
merupakan ilmu yang membahas tentang teknik dan prosedur pembuatan sediaan
farmasi dalam skala industri farmasi termasuk prinsip kerja serta perawatan
/pemeliharaan alat-alat produksi dan penunjangnya sesuai ketentuan Cara
Pembuatan Obat yang Baik ( CPOB).
5. Dispensa farmasi
adalah ilmu dan seni meracik obat menjadi bentuk sediaan tertentu hingga siap
digunakan sebagai obat .
6. Fisika farmasi
adalah ilmu yang mempelajari tentang analisis kualitatif serta kuantitatif
senyawa organik dan anorganik yang berhubungan dengan sifat fisikanya, misalnya
spektrometri massa, spektrofotometri, dan kromatografi.
7. Biofarmasi adalah
ilmu yang mempelajari pengaruh formulasi terhadap aktivitas terapi dan produk
obat.
8. Farmasi klinik
meliputi kegiatan memonitor penggunaan obat, memonitor efek samping obat
(MESO), dan kegiatan konseling/informasi obat bagi yang membutuhkannya.
9. Biologi farmasi
adalah ilmu yang mempelajari tentang dasar-dasar kehidupan organisme; peranan
biologi dalam bidang kesehatan, baik secara langsung maupun tidak langsung
memberikan pengaruh kehidupan manusia; serta morfologi, anatomi, dan taksonomi
tumbuhan dan hewan yang berhubungan dengan dunia kefarmasian.
10. Administrasi
farmasi, manajemen farmasi, dan pemasaran adalah ilmu yang mempelajari tentang
administrasi, manajemen, dan pemasaran yang berhubungan dengan kewirausahaan
farmasi beserta aspek-aspek kewirausahaannya.
Peranan Apoteker
Pada Farmasi
Komunitas Orang yang dipandang banyak mengetahui tentang obat adalah apoteker.
Hal ini disebabkan :
1. Apoteker memiliki
tanggung jawab terhadap obat yang tertulis di dalam resep. Apoteker merupakan
konsultan obat bagi dokter maupun pasien yang memerlukannya. Apoteker harus
mampu menjelaskan tentang obat yang berguna bagi pasien karena dia mengetahui
tentang :
(a)
Cara menggunakan dan meminu obat;
(b) Efek
samping yang timbul jika obat dipakai;
(c)
Stabilitas obat dalam berbagai kondisi;
(d) Toksisitas
dan dosis obat yang digunakan;
(e)
Rute penggunaan obat;
(f) Eksitensinya sebagai seseorang ahli
dalam obat.
2. Apoteker memiliki
tanggung jawab yang penting terhadap penjualan obat bebas pada pasien.
Pada Industri
Farmasi
Peran apoteker di
Industri Farmasi antara lain :
- Menjadi anggota penelitian dan
pengembangan ( Litbang atau R & D ( Reseach and Development);
- Bertugas di bagian produksi
farmasi;
- Bertugas di bidang informasi
ilmiah dan masalah perundangundangan farmasi
- Bertugas di bidang promosi,
informasi, dan pelayanan obat;
- Bertugas di bidang penjualan
(sales) dan pemasaran ( marketing) obat.
Pada Pemerintahan dan
TNI/POLRI
Peran apoteker di Pemerintahan
dan TNI/POLRI
- Bertugas di bidang administrasi
pelayanan obat pada instansi pemerintah/Angkatan Bersenjata/TNI/POLRI;
- Bertugas di bidang korps ilmu
Biomedis Angkatan Udara;
3. Bertugas di
Departemen Kesehatan (Depkes), Direktorat Jenderal Pelayanan Farmasi ( Ditjen
Yanfar), Badan/Balai Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) atau rumah sakit;
4. Bertugas di
Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) sebagai dosen bidang farmasi.
PENGELOLAAN APOTEK
DAN RESEP DI APOTEK
Pengelolaan Apotek
Definisi
Apotek adalah suatu
tempat tertentu untuk melakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran obat
kepada masyarakat (PP.25/1980).
Tugas dan Fungsi
Apotek
Apotek memilki tugas
dan fungsi sebagai :
- Tempat pengabdian profesi seorang
apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan;
- Sarana farmasi untuk emlaksanakan
peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran, dan penyerahan obat atau bahan
obat;
3. Sarana penyaluran
perbekalan farmasi dalam menyebarkan obat-obatan yang diperlukan masyarakat
secara luas dan merata.
Pengelolaan Apotek
Pengelolaan apotek
adalah segala upaya dan kegiatan yang dilakukan oleh seorang Apoteker Pengelola
Apotek (APA) dalam rangka tugas dan fungsi apotek meliputi perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan, dan penilaian.
Sesuai dengan
PERMENKES RI No. 26/Per.Menkes/Per/I/1981, Pengeloaan apotek meliputi :
- Bidang pelayanan kefarmasian
- Bidang material
- Bidang administrasi dan keuangan
- Bidang ketenagakerjaan
- Bidang lain yang berkaitan dengan
tugas dan fungsi apotek.
Pengelolan apotek di
bidang pelayanan meliputi :
- Pembuatan,pengolahan, peracikan,
pengubahan bentuk, pencampuran, penyimpanan, dan penyerahan obat atau
bahan obat.
- Pengadaan, penyimpanan,
penyaluran, dan penyerahan perbekalan kesehatan di bidang farmasi lainnya.
3. Informasi mengenai
perbekalan kesehatan di bidang farmasi meliputi :
(a) Pengelolaan
informasi tentang obat dan perbekalan farmasi lainnya yang diberikan
kepada dokter dan tenaga kesehatan lain maupun kepada masyarakat.
(b) Pengamatan dan
pelaporan informasi mengenai khasiat, keamanan, bahaya dan atau mutu obat serta
perbekalan farmasi lainnya.
Pengelolaan apotek di
bidang material meliputi :
1. Penyediaan,
penyimpanan, dan penyerahan perbekalan farmasi yang bermutu baik dan
keabsahannya terjamin.
2. Penyediaan,
penyimpanan, pemakaian barang nonperbekalan farmasi misalnya rak-rak obat,
lemari, meja, kursi pengunjung apotek, mesin register , dan sebagainya.
Pengelolaan di bidang
administrasi dan keuangan meliputi pengelolaan serta pencatatan uang dan
barang secara tertib, teratur, dan berorientasi bisnis.
Tertib dalam arti
disiplin, menaati peraturan
Pemerintahtermasuk
undang-undang farmasi.
Teratur dalam arti
arus masuk dan keluarnya uang maupun barang dicatat dalam pembukuan sesuai
manajemen akuntansi maupun manajemen keuangan.
Berorientasi bisnis
artinya tidak lepas dari usaha dagang yang mau tak mau kita harus mendapatkan
untung dalam batas-batas aturan yang berlaku dan supaya apotek bisa
berkembang.
Pelayanan Apotek
- Apotek wajib melayani resep
dokter, dokter gigi, dan dokter hewan.
- Pelayanan resep sepenuhnya
tanggung jawab APA (Apoteker Pengelola Apotek) serta sesuai dengan
tanggung jawab dan keahlian profesinya yang dilandasi kepentingan
masyarakat.
- Apoteker tidak boleh mengganti
obat generik yang tertulis dalam resep dengan obat paten.
- Pengeloaan apotek di bidang
ketenagakerjaan meliputi pembinaan, pengawasan, pemberian insentif maupun
pemberian sanksi terhadap karyawan apotek agar timbul kegairahan,
ketenangan kerja, dan kepastian masa depannya.
- Pengelolaan apotek di bidang
lainnya berkaitan dengan tugas dan fungsi apotek meliputi pengelolaan dan
penataan bangunan ruang tunggu, ruang peracikan, ruang penyimpanan, ruang
penyerahan obat, ruang administrasi dan ruang kerja apoteker, tempat
pencucian alat, toilet dan sebagainya
4. Pasien tidak mampu
menebus obat yang tertulis dalam resep , apoteker wajib berkonsultasi dengan
dokter untuk memilihkan obat yang lebih tepat dan terjangkau. Apoteker wajib
memberikan informasi yang berkaitan dengan penggunaan obat secara aman, tepat,
rasional, atau atas permintaan masyarakat. Jika dalam resep itu tertulis
Resep
p.p = pro paupere maksudnya adalah resep untuk orang miskin.
5. Apotek dilarang
menyalurkan barang dan atau menjual jasa yang tidak ada hubungannya dengan
fungsi pelayanan kesehatan.
6. Yang berhak
melayani resep adalah apoteker dan asisten apoteker di bawah pengawasan
apotekernya.
7. Apotek dibuka
setiap hari dari pukul 8.00 – 22.00
8. Apotek dapat tutup
pada hari-hari libur resmi atau libur keagamaan setelah mendapat persetujuan
dari Kepala Kantor Wilayah ( Kakanwil) Depkes setempat, atau Kepala Dinas
Kesehatan ( Kadinkes) setempat, atau pejabat lain yang berwenang.
Pengadaan dan
Penyimpanan Obat
Pengadaan dan
penyimpanan obat di apotek harus memenuhi ketentuan-ketentuan berikut :
1. Obat-obat dan
perbekalan farmasi yang diperoleh apotekharus bersumber dari pabrik farmasi,
pedagang besar farmasi ( PBF), apotek lain, atau alat distribusi lain yang sah.
Obat tersebut harus
memenuhi daftar obat wajib apotek (DOWA). Surat pesanan obat dan perbekalan
farmasi lainnya harus ditandatangani oleh APA dengan mencantumkan nama dan
nomor SIK ( Surat Izin Kerja) . Bila berhalangan , APA dapat diwakili oleh
apoteker pendamping atau apoteker pengganti.
2. Obat dan bahan
obat harus disimpan dalam wadah yang cocok serta memenuhi ketentuan
pembungkusan dan penandaan yang sesuai dengan Farmakope edisi terbaru atau yang
telah ditetapkan oleh Badan POM.
3. Penerimaan,
penyimpanan, serta penyaluran obat dan perbekalan kesehatan di bidang farmasi
harus diatur dengan administrasi.
Pemusnahan Obat
Pemusnahan obat dan
perbekalan kesehatan di bidang farmasi karena rusak,
Dilarang, atau
kadaluarsa dilakukan dengan cara dibakar, ditanam atau dengan cara lain yang
ditetapkan oleh Badan POM.
Pemusnahan tersebut
harus dilaporkan oleh APA secara tertulis kepada Sub Dinkes /Dinkes setempat
dengan mencantumkan ;
- Nama dan alamat apotek,
- Nama APA,
- Perincian obat dan perbekalan
kesehatan di bidang farmasi yang akan dimusnahkan,
- Cara pemusnahan.
Penulisan dan
Pelayanan Resep di Apotek
Resep adalah
permintaan tertulis dari seorang dokter kepada APA untuk menyiapkan dan atau
membuat , meracik serta menyerahkan obat kepada pasien.
Yang berhak menulis
resep adalah dokter, dokter gigi, dan dokter hewan.
Resep harus ditulis
dengan jelas dan lengkap seperti terlihat pada gambar 2.1.
Jika resep tidak
jelas atau tidak lengkap, apoteker harus menanyakannya kepada dokter penulis
resep tersebut.
Resep yang lengkap
memuat hal-hal sebagai berikut :
- nama, alamat, dan nomor izin
praktek dokter, dokter gigi, atau dokter hewan;
- Tanggal penulisan resep
(inscriptio);
3. Tanda R/ pada
bagian kiiri setiap penulisan resep (invocatio);
4. Nama setiap obat
dan komposisinya (praescriptio/ordonatio);
5. Aturan pemakaian
obat yang tertulis (signatura);
6. Tanda tangan atau
paraf dokter penulis resep sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku (subscriptio);
7. Jenis hewan serta
nama dan alamat pemiliknya untuk resep dokter hewan;
8. Tanda seru dan
atau paraf dokter untuk resep yang melebihi dosis maksimalnya.
Pada resep yang
mengandung narkotika tidak boleh tercantum
Tulisan atau tanda
iter ( iterasi = dapat diulang ), m.i ( mihi ipsi = untuk dipakai sendiri )
atau u.c. (usus cognitus = pemakaian diketahui). Untuk resep yang memerlukan
penanganan segera, dokter dapat memberi tanda di bagian kanan atas resepnya
dengan kata-kata :
n Cito (
segera), statim ( penting ), urgent ( sangat penting), atau P.I.M ( periculum
in mora) = berbahaya bila ditunda ).
n Bila dokter
menghendaki, resep tersebut tidak boleh diulang tanpa sepengetahuannya. Oleh
karena itu, pada resep tersebut dapat ditulis singkatan n.i (ne iteratur =
tidak dapat diulang).
n Resep yang
tidak dapat diulang adalah resep yang mengandung narkotika, psikotropika dan
obat keras yang ditetapkan oleh pemerintah/Menteri Kesehatan RI.
Cara Menyusun
Penulisan Obat dalam Resep
n Penulisan
obat di dalam resep disusun berdasarkan urutan berikut :
- Obat pokoknya ditulis dulu , yang
disebut remedium cardinale ( basis).
- Remedium adjuvantia/ajuvans, yaitu
bahan atau obat yang menunjang kerja bahan obat utama.
- Corrigens, yaitu bahan atau obat
tambahan untuk memperbaiki warna, rasa dan bau obat utama.
- Corrigens dapat berupa :
(a) Corrigens
actionis , yaitu obat yang memperbaiki atau menambah efek obat utama. Misalnya
pulvis doveri yang terdiri atas kalium sulfat, ipecacuanhae radix, pulvis opii.
Pulvis opii sebagai zat khasiat utama menyebabkan orang sukar buang air besar,
sedangkan kalium sulfat bekerja sebagai pencahar sekaligus memperbaiki kerja
pulvis opii tersebut.
( b) Corrigens
saporis( memperbaiki rasa).
Contohnya, sirop Aurantiorum, tingtus cinamomi, aqua menthae piperitae.
(c) Corrigens odoris
(memperbaiki bau). Contohnya, oleum rosarum, oleum bergamottae, dan oleum
cinamomi.
(d) Corrigens
coloris, ( memperbaiki warna). Contohnya, tingtur croci ( kuning), karamel
(coklat), dan karminum (merah).
(e) Corrigens
solubilis, untuk memperbaiki kelarutan obat utma. Misalnya I2 tidak larut
dalam air , tetapi dengan penambahan KI menjadi mudah larut.
4. Constituens
/vehiculum /exipiens, yaitu bahan tambahan yang dipakai sebagai bahan pengisi
dan pemberi bentuk untuk memperbesar volume obat. Misalnya , laktosa pada
serbuk serta amilum dan talk pada bedak tabur.
R/ Aspirin tab
No. I
CTM tab. No. ½
lactosum q.s
m.f. Pulv dtd. No. XII
Aspirin digunakan
sebagai analgetika (pereda sakit) dan antipiretik ( penurun panas). CTM (chlor
tri meton) sebagai anti alergi. Laktosum sebagai pengisi untk menambah volume.
n Aturan pakai
dalam resep sering ditulis berupa singkatan bahasa Latin seperti berikut :
(a)
Tentang waktu :
* Omni hora cochlear (o.h.c ) = tiap jam satu sendok makan.
* omni bihora cochlear (o.b.h.c) = tiap 2 jam satu sendok makan.
n Post coenam =
(p.c) = sesudah makan
n Ante coenam
(a.c) = sebelum makan
n Mane ( m) =
pagi-pagi
n Ante meridiem
( a.merid) = sebelum tengah hari.
n Mane et
vespere ( m.e.v ) = pagi dan sore
n Nocte (noct.)
= malam
(b) Tentang tempat
yang sakit :
* pone aurem (pon.aur) = di belakang
telinga
* ad nucham (ad nuch.) = di tengkuk.
(c) Tentang pemberian
obat :
* in manum medici (i.m.m.) = diserahkan
dokter
* detur sub sgillo ( det.sub.sig) = berikan dalam
segel
n Da in duplo
(d.i.dupl) = berikan dua kalinya.
n Reperatur (iteratur, reptur ) =
diulang tiga kali.
Kopi Resep( Apograph,
Exemplum, atau Afschrift)
Selain memuat semua
keterangan yang termuat dalam resep asli, kopi resep harus memuat pula :
- Nama dan alamat apotek
- Nama dan nomor SIK APA
- Tanda tangan atau paraf APA
- Tanda det (detur) untuk obat yang
sudah diserahkan, artau tanda nedet ( ne detur) untuk obat yang belum
diserahkan;
- Nomor resep dan tanggal pembuatan
Kopi resep atau resep
hanya boleh diperlihatkan kepada dokter penulis resep , penderita yang
bersangkutan, petugas kesehatan, ataupetugas lain yang berwenang menurut
perundang-undangan yang berlaku. Contoh kopi resep dapat dilihat pada gambar
2.2.
Pengelolaan Resep
yang Telah Dikerjakan
Ada empat hal yang
harus dilakukan setelah resep selesai dikerjakan, yaitu :
- Resep yang telah dibuat serta
disimpan menurut urutan tanggal dan nomor penerimaan/pembuatan resep.
- Resep yang mengandung
narkotikaharus dipisahkan dari resep lainnya dan diberi tanda garis merah
di bawah nama obatnya.
- Resep yang telah disimpan lebih
dari tiga tahun dapat dimusnahkan dengan cara dibakar atau dengan cara
lain yang memadai.
4. Pemusnahan resep
dilakukan oleh APA bersama sekurang-kurangnya seorang petugas apotek.
Penyerahan Obat
Penyerahan obat dan
perbekalan kesehatan di bidang farmasi meliputi :
- Penyerahan obat bebas dan obat
bebas terbatas yang dibuat oleh apotek itu sendiri tanpa resep harus
disertai nota penjualan yang dilengkapi dengan etiket warna putih untuk
obat dalam dan etiket biru untuk obat luar yang memuat :
(a)
Nama dan alamat apotek
(b) Nama dan nomor SIK APA
(c) Nama dan jumlah
obat
(d) Aturan pemakaian
(e) Tanda lain yang
diperlkan, misalnya obat gosok , obatkumur, obat batuk, dan kocok dahulu.
2. Obat yang
berdasarkan resep juga harus dilengkapi etiket warna putih untuk obat dalam dan
etiket warna biru untuk obat luar yang mencantumkan :
(a)
Nama dan alamat apotek;
(b) Nama
dan nomor SIK APA;
(c)
Nomor dan tanggal pembuatan obat;
(d) Nama
pasien;
(e) Tanda lain yang diperlukan, misalnya
kocok dahulu dan tidak boleh diulang tanpa resep baru dari dokter.
(f)
Obat dalam ialah obat yang digunakan melalui mulut ( oral) , masuk ke
kerongkongan, kemudian ke perut, sedangkan obat luar adalah obat yang digunakan
dengan cara lain, yaitu melalui mata, hidung, telinga, vagina, rektum, termasuk
pula obat parenteral dan obat kumur. Etiket putih seperti pada Gambar
(g) 2.3, sedangkan etiket biru seperti pada
gambar 2.4.
PRINSIP-PRINSIP
DALAM FARMAKOLOGI
n Ilmu
farmakologi adalah ilmu yang mempelajari pengetahuan obat dalam segala seginya termasuk
sumber, sifat kimia/fisika, kegiatan fisiologis, ADME (Absorpsi, Distribusi,
Metabolisme dan Eliminasi), serta penggunaannya dalam pengobatan.
n Prinsip farmakologi secara kimia satu
atau lebih isi sel agar menghasilkan respon farmakologis.
Aksi Obat
n Obat
menimbulkan beberapa efek dengan beberapa cara, yaitu :
(a)
Mengadakan stimulasi atau depresi fungsi spesifik sel;
(b) Mempengaruhi atau menghambat aktivitas
seluler sel-sel asing (bukan sel dari organ tubuh) terhadap sel-sel tuan rumah
(host), seperti sel bakteri dan mikroba lain termasuk sel kanker;
(c) Sebagai terapi
pengganti , contohnya pemberian hormon untuk mencapai dosis fisiologis agar
diperoleh suatu efek atau pemberian KCl sebagai pengganti ion K+ yang
hilang akibat diuresis; dan
(d) Menimbulkan aksi
nonspesifik, seperti reaksi kulit terhadap obat yang menimbulkan iritasi.
Aksi obat dapat
digambarkan dengan mekanisme
-
Proksimat ( terdekat) pada tingkat fisiologis
atau
- Ultimat (terakhir
pada tingkat kimia hayati.
n Penggambaran
aksi proksimat suatu obat sesungguhnya jua menggambarkan efek obat tersebut.
Mekanisme proksimat dapat menjawab apakah obat itu mengadakan stimulasi atau
depresi.
n Mekanisme ultimat suatu obat dapat
digambarkan dengan adanya aksi antara molekul obat dan molekul sel, serta
dibedakan apakah obat itu bereaksi spesifik atau nonspesifik.
n Obat yang
memilki aksi spesifik tergantungpada reaksi yang terjadi antara obat yang
merupakan suatu reaktan dengan komponen molekul sel yang merupakan
reaktan lain. Komponen molekul sel yang terlibat langsung di dalam aksi obat
disebut reseptor.
n Obat yang memilki aksi nonspesifik akan
mengubah lingkungan fisika dan kimia struktur tubuh. Contohnya, obat anestesi
dapat mengubah struktur air di dalam otak yang selanjutnya menaikkan resistensi
terhadap listrik. Contoh lain, aksi obat diuretik osmotik.
Aksi spesifik obat
dapat dibedakan menjadi :
n Agonis dan
n Antagonis.
Obat yang dapat bergabung dengan reseptor dan dapat mulai memunculkan aksi
obatnya disebut agonis. Hal ini karena agonis merupakan obat yan g
memiliki afinitaskimia terhadap suatu reseptor dan membentuk kompleks, kompleks
tersebut akan mengubah fungsi sel atau menimbulkan efek.
Agonis +
Reseptorà kompleks yang
meghasilan perubahan fungsi
n Ada juga obat yang bergabung dengan
reseptor tetapi gagal untuk memulai aksi obat. Obat yang memblokir letak
reseptorterhadap agonis endogendari alam dapat bekerja sebagai antagonis ( yang
berlawanan). Antagonis obat dapat disebabkan oleh bermacam-macam mekanisme ,
tetapi secara umum dapat digolongkan berdasarkan bergabungnya antagonis dengan
reseptor yang sama seperti pada agonis atau dengan reseptor yang lain.
n Peristiwa bergabungnya agonis atau
antagonis dengan reseptor disebut antagonis farmakologis, dan bila reseptornya
berlainan disebut antagonis fisiologis atau antagonis fungsional.
PROSES YANG DIALAMI
OBAT SEBELUM TIBA DI TEMPAT AKSI
n Sebelum tiba
di tempat akasi atau jaringan, obat mengalami proses dalam 3 fase, yaitu :
-
Fase biofarmasetik/farmasetik
-
Fase farmakokinetik, dan
-
Fase farmakodinamik.
Perjalanan obat dalam tubuh dapat digambarka dengan skema gambar 4.1.
n Efek obat
akan hilang jika obat telah bergerak ke luar dari tubuh atau tempat aksinya,
baik dalam bentuk ybng tidak berubah maupun sebagai metabolit yang di keluarkan
melalui proses ekskresi.
n Perlu diketahui cara tubuh menangani
obat melalui proses : absorpsi, distribusi, metablisme dan ekskresi (ADME),
untuk menentukan dosis, rute, dan bentuk sediaan obat agar diperoleh efek
terafi yang diinginkan dengan efek toksik yang minimal.
Fase Biofarmasetik
n Fase ini
meliputi waktu awal penggunaan obat melalui mulut hingga pelepasan zat aktifnya
ke dalam cairan tubuh, yaitu kesiapan obat untuk diabsorpsi.
n Fase biofarmasetik atau farmasetik
meliputi ilmu dan teknologi pembuatan obat dalam bentuk sediaan yang dapat
digunakan dan diberikan kepada pasien,
n Sedangkan
biofarmasetik adalah ilmu yang menggambarkan formulasi obat agar menghasilkan
respons biologis yang optimal.
n Tujuan formulasi bentuk sediaan adalah
agar obat dapat dibuat , disimpan, dan diedarkan tanpa terjadi perubahan sifat
biologis sehingga menghasilkan respon biologis yang optimal.
n untuk itu, perlu diperhatikan sifat
kimia dan fisika obat; sifat fisika kimia bentuk sediaan; parameter
farmakokinetik (ADME); sert efek biologis, farmakologis dan klinis obat.
Fase Farmakokinetik
n Fase ini
meliputi waktu selama obat diangkut ke organ yang ditentukan, setelah obat
dilepaskan dari bentuk sediaan, kemudian diabsorpsi ke dalam darah dan segera
didistribusikan ke masing-masing jaringan di dalam tubuh.
n Di dalam darah , obat akan diikat oleh
protein plasma darah dan reaksi ini bersifat reversibel.
Hanya molekul bebas
yang mampu menembus membran sel untuk masuk ke dalam sel-sel hati tempat
terjadinya biotransformasi atau metabolisme, sedangkan molekul bebas lainnya
memasuki jaringan berbagai organ dan mempengaruhi fungsi faal atau fungsi
biokimia sehingga terjadi efek obat.
n Sebagian lagi
memasuki ginjal dan kadang-kdang langsung diekskresi. Obat umumnya baru
diekskresi setelah mengalami biotransformasi.
n Jutaan molekul obat yang telah
diabsorpsi mengalami berbagai macam proses secara simultan. Proses absorpsi,
distribusi, metabolisme, dan ekskresi (ADME) biasanya terjadi pada waktu yang
bersamaan, baik secara langsung maupun tidak langsung.
n Proses ini biasanya meliputi perjalanan
obat melintasi membran sel. Sebelum mencapai konsentrasi efektif pada
tempat aksi, obat harus melakukan penetrasi terhadap beberapa sawar (barrier)
yang terdiri atas membran unit atau membran plasma yang terbentuk dari lapisan
fosfolipid bimolekuler. Umumnya molekul obat yang bersifat nonpolar lebih mudah
melintasi membran daripada molekul obat polar karena membran ini terdiri dari
lemak.
Fase Farmakodinamik
n Merupakan
suatu proses terjadinya interaksi antara obat dan tempat aksinyadalam sistem
biologis. Potensi struktur khusus obat berhubungan dengan interaksi yang
terjadi terhadap struktur khusus tempat aksi aksi obat itu.
Apabila
struktur tempat aksinya telah diketahui, interaksi obat dengan tempat aksinya
dapat terjadi.
n Ada dua jenis persaingan (kompetisi),
yaitu kompetisi untuk reseptor spesifik dan untuk enzim. Selain itu, ada
tiga makromolekul biologis yang merupakan reseptor yaitu protein enzim, protein
struktural, dan asam nuleat.
FARMAKOPE DAN NAMA
OBAT
n Umum
Farmakope adalah buku resmi yang ditetapkan secara hukum yang memuat
standardisasi obat-obat dan persyaratan identitas, kadar kemurnian, serta
metode analisis dan resep sediaan farmasi.
Farmakope Indonesia pertama kali dikeluarkan pada tahun 1962 ( jilid 1) dan
disusul dengan jilid II pada tahun 1965 yang memuat bahan-bahan galenik dan
resep.
n Farmakope
Indonesia jilid I dan II direvisi menjadi Farmakope Indonesia edisi II yang
berlaku sejak 12 November 1972.
Pada tahun 1979, Farmakope Indonesia Edisi III baru dapat diterbitkan yang
kemudian diberlakukan mulai 12 November 1979. Terakhir, diluncurkan Farmakope
Indonesia edisi IV pada tahun 1995.
n Sebagai pelengkap Farmakope Indonesia,
telah diterbitkan pula sebuah buku persyaratan mutu resmi yang mencakup zat, b
ahan obat, dan sediaan farmasi yang banyak digunakan di Indonesia, tetapi tidak
dimuat di Farmakope Indonesia. Buku ini diberi nama Ekstra Farmakope Indonesia
1974 dan telah diberlakukan sejak 1 Agustus 1974 sebagai buku persyaratan mutu
obat resmi di samping Farmakope Indonesia.
n Farmakope
Indonesia jilid I dan II direvisi menjadi Farmakope Indonesia edisi II yang
berlaku sejak 12 November 1972.
Pada tahun 1979, Farmakope Indonesia Edisi III baru dapat diterbitkan yang kemudian
diberlakukan mulai 12 November 1979. Terakhir, diluncurkan Farmakope Indonesia
edisi IV pada tahun 1995.
n Sebagai pelengkap Farmakope Indonesia,
telah diterbitkan pula sebuah buku persyaratan mutu resmi yang mencakup zat, b
ahan obat, dan sediaan farmasi yang banyak digunakan di Indonesia, tetapi tidak
dimuat di Farmakope Indonesia. Buku ini diberi nama Ekstra Farmakope Indonesia
1974 dan telah diberlakukan sejak 1 Agustus 1974 sebagai buku persyaratan mutu
obat resmi di samping Farmakope Indonesia.
n i samping
kedua jenis buku tersebut, pada tahun 1996 telah diterbitkan pula buku Formularium
Indonesia yang memuat komposisi ratusan sediaan farmasi yang lazim diminta
di apotek. Buku ini juga mengalami revisi dan pada tahun 1978 diberi nama Formularium
Nasional (Fornas).
n Setiap negara pada umumnya memiliki
Farmakope yang sesuai dengan alam atau iklim dan IPTEK masing-masing negara
tersebut. World Health Organization (WHO) juga telah menerbitkan dua
jilid buku Farmakope Internasional (1965). Begitu juga masyarakat Eropa
dan Ekonomi Eropa (EEC) telah mengeluarkan tiga jilid Farmakope Eropa yang
berlaku untuk negara-negara Eropa Barat di samping Farmakope Nasional
masing-masing negara.
n Tata Nama
Judul monografi
memuat nama Latin dan nama Indonesia sFarmakope Indonesia jilid I dan II
direvisi menjadi Farmakope Indonesia edisi II yang berlaku sejak 12 November
1972.
Pada tahun 1979, Farmakope Indonesia Edisi III baru dapat diterbitkan yang
kemudian diberlakukan mulai 12 November 1979. Terakhir, diluncurkan Farmakope
Indonesia edisi IV pada tahun 1995.
n Sebagai pelengkap Farmakope Indonesia,
telah diterbitkan pula sebuah buku persyaratan mutu resmi yang mencakup zat, b
ahan obat, dan sediaan farmasi yang banyak digunakan di Indonesia, tetapi tidak
dimuat di Farmakope Indonesia. Buku ini diberi nama Ekstra Farmakope Indonesia
1974 dan telah diberlakukan sejak 1 Agustus 1974 sebagai buku persyaratan mutu
obat resmi di samping Farmakope Indonesia.
n i samping
kedua jenis buku tersebut, pada tahun 1996 telah diterbitkan pula buku Formularium
Indonesia yang memuat komposisi ratusan sediaan farmasi yang lazim diminta
di apotek. Buku ini juga mengalami revisi dan pada tahun 1978 diberi nama Formularium
Nasional (Fornas).
n Setiap negara pada umumnya memiliki
Farmakope yang sesuai dengan alam atau iklim dan IPTEK masing-masing negara
tersebut. World Health Organization (WHO) juga telah menerbitkan dua
jilid buku Farmakope Internasional (1965). Begitu juga masyarakat Eropa
dan Ekonomi Eropa (EEC) telah mengeluarkan tiga jilid Farmakope Eropa yang
berlaku untuk negara-negara Eropa Barat di samping Farmakope Nasional
masing-masing negara.
n ecara berurutan, seperti yang terlihat
pada Tabel 5.1. Monografi disertai nama lazim untuk zat yang telah dikenal nama
lazimnya, sedangkan zat kimia organik yang rumus bangunnya dicantumkan umumnya
disertai nama rasional. Farmakope Indonesia juga telah menyesuaikan nama-nama
resmi dengan nama generiknya karena nama kimia yang semula digunakan sering
kali terlalu panjang dan tidak praktis.
n Ketentuan
Umum FI ed. IV
n Judul
FI tanpa keterangan lain yang dimaksud adalah FI IV dan Tata Nama
Judul monografi
memuat nama Latin dan nama Indonesia sFarmakope Indonesia jilid I dan II
direvisi menjadi Farmakope Indonesia edisi II yang berlaku sejak 12 November
1972.
Pada tahun 1979, Farmakope Indonesia Edisi III baru dapat diterbitkan yang
kemudian diberlakukan mulai 12 November 1979. Terakhir, diluncurkan Farmakope
Indonesia edisi IV pada tahun 1995.
n Sebagai pelengkap Farmakope Indonesia,
telah diterbitkan pula sebuah buku persyaratan mutu resmi yang mencakup zat, b
ahan obat, dan sediaan farmasi yang banyak digunakan di Indonesia, tetapi tidak
dimuat di Farmakope Indonesia. Buku ini diberi nama Ekstra Farmakope Indonesia
1974 dan telah diberlakukan sejak 1 Agustus 1974 sebagai buku persyaratan mutu
obat resmi di samping Farmakope Indonesia.
n i samping
kedua jenis buku tersebut, pada tahun 1996 telah diterbitkan pula buku Formularium
Indonesia yang memuat komposisi ratusan sediaan farmasi yang lazim diminta
di apotek. Buku ini juga mengalami revisi dan pada tahun 1978 diberi nama Formularium
Nasional (Fornas).
n Setiap negara pada umumnya memiliki
Farmakope yang sesuai dengan alam atau iklim dan IPTEK masing-masing negara
tersebut. World Health Organization (WHO) juga telah menerbitkan dua
jilid buku Farmakope Internasional (1965). Begitu juga masyarakat Eropa
dan Ekonomi Eropa (EEC) telah mengeluarkan tiga jilid Farmakope Eropa yang
berlaku untuk negara-negara Eropa Barat di samping Farmakope Nasional
masing-masing negara.
n ecara berurutan, seperti yang terlihat
pada Tabel 5.1. Monografi disertai nama lazim untuk zat yang telah dikenal nama
lazimnya, sedangkan zat kimia organik yang rumus bangunnya dicantumkan umumnya
disertai nama rasional. Farmakope Indonesia juga telah menyesuaikan nama-nama
resmi dengan nama generiknya karena nama kimia yang semula digunakan sering
kali terlalu panjang dan tidak praktis.
n semua
suplemennya
n Bahan dan
Artikel Resmi
Bahan
resmi adalah bahan aktif obat, bahan farmasi, atau komponen alat kesehatan jadi
yang judul monografinya tidak mencakup indikasi sifat-sifat bentuk jadi
tersebut.
Sediaan
resmi adalah sediaan obat jadi atau alat kesehatan jadi, sediaan jadi atau
setengah jadi (misalnya, padatan steril yang harus dibuat menjadi larutan jika
hendak digunakan), atau produk dari satu atau lebih bahan resmi atau produk
yang diformulasikan untuk digunakan pada atau untuk pasien. Artikel adalah
bahan resmi dan sediaan resmi.
Semua peryataan
persentase etanol ̶ seperti di bawah
subjudul kadar etanol ̶
diartikan persentase volume per Ketentuan Umum FI ed. IV
n Judul
FI tanpa keterangan lain yang dimaksud adalah FI IV dan Tata Nama
Judul monografi
memuat nama Latin dan nama Indonesia sFarmakope Indonesia jilid I dan II
direvisi menjadi Farmakope Indonesia edisi II yang berlaku sejak 12 November
1972.
Pada tahun 1979, Farmakope Indonesia Edisi III baru dapat diterbitkan yang
kemudian diberlakukan mulai 12 November 1979. Terakhir, diluncurkan Farmakope
Indonesia edisi IV pada tahun 1995.
n Sebagai pelengkap Farmakope Indonesia,
telah diterbitkan pula sebuah buku persyaratan mutu resmi yang mencakup zat, b
ahan obat, dan sediaan farmasi yang banyak digunakan di Indonesia, tetapi tidak
dimuat di Farmakope Indonesia. Buku ini diberi nama Ekstra Farmakope Indonesia
1974 dan telah diberlakukan sejak 1 Agustus 1974 sebagai buku persyaratan mutu
obat resmi di samping Farmakope Indonesia.
n i samping
kedua jenis buku tersebut, pada tahun 1996 telah diterbitkan pula buku Formularium
Indonesia yang memuat komposisi ratusan sediaan farmasi yang lazim diminta
di apotek. Buku ini juga mengalami revisi dan pada tahun 1978 diberi nama Formularium
Nasional (Fornas).
n Setiap negara pada umumnya memiliki
Farmakope yang sesuai dengan alam atau iklim dan IPTEK masing-masing negara
tersebut. World Health Organization (WHO) juga telah menerbitkan dua
jilid buku Farmakope Internasional (1965). Begitu juga masyarakat Eropa
dan Ekonomi Eropa (EEC) telah mengeluarkan tiga jilid Farmakope Eropa yang
berlaku untuk negara-negara Eropa Barat di samping Farmakope Nasional
masing-masing negara.
n ecara berurutan, seperti yang terlihat
pada Tabel 5.1. Monografi disertai nama lazim untuk zat yang telah dikenal nama
lazimnya, sedangkan zat kimia organik yang rumus bangunnya dicantumkan umumnya
disertai nama rasional. Farmakope Indonesia juga telah menyesuaikan nama-nama
resmi dengan nama generiknya karena nama kimia yang semula digunakan sering
kali terlalu panjang dan tidak praktis.
n semua
suplemennya
n Bahan dan
Artikel Resmi
Bahan
resmi adalah bahan aktif obat, bahan farmasi, atau komponen alat kesehatan jadi
yang judul monografinya tidak mencakup indikasi sifat-sifat bentuk jadi
tersebut.
Sediaan
resmi adalah sediaan obat jadi atau alat kesehatan jadi, sediaan jadi atau
setengah jadi (misalnya, padatan steril yang harus dibuat menjadi larutan jika
hendak digunakan), atau produk dari satu atau lebih bahan resmi atau produk
yang diformulasikan untuk digunakan pada atau untuk pasien. Artikel adalah
bahan resmi dan sediaan resmi.
volume dari C2H5OH
pada suhu 15,56°. Jika digunakan C2H5OH, yang dimaksud
adalah zat kimia dengan kemurnian mutlak (100%).
n Air
Kecuali dinyatakan lain, yang dimaksud dengan air dalam pengujian dan
penetapan kadar adalah air yang dimurnikan. Air yang digunakan sebagai
bahan pembawa sediaan resmi harus memenuhi persyaratan untuk air, air untuk
injeksi, atau salah satu bentuk steril air yang tercantum dalam monografi
FI ini. Air yang dapat diminum dan memenuhi persyaratan air minum yang diatur oleh
pemerintah dapat digunakan untuk memproduksi sediaan resmi.
n Bahan
tambahan
Semua peryataan persentase etanol ̶ seperti di bawah subjudul kadar
etanol ̶ diartikan persentase
volume per Ketentuan Umum FI ed. IV
n Judul
FI tanpa keterangan lain yang dimaksud adalah FI IV dan Tata Nama
Judul monografi
memuat nama Latin dan nama Indonesia sFarmakope Indonesia jilid I dan II
direvisi menjadi Farmakope Indonesia edisi II yang berlaku sejak 12 November
1972.
Pada tahun 1979, Farmakope Indonesia Edisi III baru dapat diterbitkan yang
kemudian diberlakukan mulai 12 November 1979. Terakhir, diluncurkan Farmakope
Indonesia edisi IV pada tahun 1995.
n Sebagai pelengkap Farmakope Indonesia,
telah diterbitkan pula sebuah buku persyaratan mutu resmi yang mencakup zat, b
ahan obat, dan sediaan farmasi yang banyak digunakan di Indonesia, tetapi tidak
dimuat di Farmakope Indonesia. Buku ini diberi nama Ekstra Farmakope Indonesia
1974 dan telah diberlakukan sejak 1 Agustus 1974 sebagai buku persyaratan mutu
obat resmi di samping Farmakope Indonesia.
n i samping
kedua jenis buku tersebut, pada tahun 1996 telah diterbitkan pula buku Formularium
Indonesia yang memuat komposisi ratusan sediaan farmasi yang lazim diminta
di apotek. Buku ini juga mengalami revisi dan pada tahun 1978 diberi nama Formularium
Nasional (Fornas).
n Setiap negara pada umumnya memiliki
Farmakope yang sesuai dengan alam atau iklim dan IPTEK masing-masing negara
tersebut. World Health Organization (WHO) juga telah menerbitkan dua
jilid buku Farmakope Internasional (1965). Begitu juga masyarakat Eropa
dan Ekonomi Eropa (EEC) telah mengeluarkan tiga jilid Farmakope Eropa yang
berlaku untuk negara-negara Eropa Barat di samping Farmakope Nasional
masing-masing negara.
n ecara berurutan, seperti yang terlihat
pada Tabel 5.1. Monografi disertai nama lazim untuk zat yang telah dikenal nama
lazimnya, sedangkan zat kimia organik yang rumus bangunnya dicantumkan umumnya
disertai nama rasional. Farmakope Indonesia juga telah menyesuaikan nama-nama
resmi dengan nama generiknya karena nama kimia yang semula digunakan sering
kali terlalu panjang dan tidak praktis.
n semua
suplemennya
n Bahan dan
Artikel Resmi
Bahan
resmi adalah bahan aktif obat, bahan farmasi, atau komponen alat kesehatan jadi
yang judul monografinya tidak mencakup indikasi sifat-sifat bentuk jadi
tersebut.
Sediaan
resmi adalah sediaan obat jadi atau alat kesehatan jadi, sediaan jadi atau
setengah jadi (misalnya, padatan steril yang harus dibuat menjadi larutan jika
hendak digunakan), atau produk dari satu atau lebih bahan resmi atau produk
yang diformulasikan untuk digunakan pada atau untuk pasien. Artikel adalah
bahan resmi dan sediaan resmi.
volume dari C2H5OH
pada suhu 15,56°. Jika digunakan C2H5OH, yang dimaksud
adalah zat kimia dengan kemurnian mutlak (100%).
n Air
Kecuali dinyatakan lain, yang dimaksud dengan air dalam pengujian dan
penetapan kadar adalah air yang dimurnikan. Air yang digunakan sebagai bahan
pembawa sediaan resmi harus memenuhi persyaratan untuk air, air untuk
injeksi, atau salah satu bentuk steril air yang tercantum dalam monografi
FI ini.
Air yang dapat diminum dan memenuhi persyaratan air minum yang diatur oleh
pemerintah dapat digunakan untuk memproduksi sediaan resmi.
Kecuali dinyatakan
lain, bahan tambahan adalah bahan-bahan yang diperlukan seperti bahan dasar,
penyalut, pewarna, penyedap, pengawet, pemantap, dan pembawa yang dapat
ditambahkan ke dalam sediaan resmi untuk meningkatkan stabilitas, manfaat, atau
penampilan , dan untuk mempermudah pembuatan.
Semua peryataan
persentase etanol ̶ seperti di bawah
subjudul kadar etanol ̶
diartikan persentase volume per Ketentuan Umum FI ed. IV
n Judul
FI tanpa keterangan lain yang dimaksud adalah FI IV dan Tata Nama
Judul monografi
memuat nama Latin dan nama Indonesia sFarmakope Indonesia jilid I dan II
direvisi menjadi Farmakope Indonesia edisi II yang berlaku sejak 12 November
1972.
Pada tahun 1979, Farmakope Indonesia Edisi III baru dapat diterbitkan yang
kemudian diberlakukan mulai 12 November 1979. Terakhir, diluncurkan Farmakope
Indonesia edisi IV pada tahun 1995.
n Sebagai pelengkap Farmakope Indonesia,
telah diterbitkan pula sebuah buku persyaratan mutu resmi yang mencakup zat, b
ahan obat, dan sediaan farmasi yang banyak digunakan di Indonesia, tetapi tidak
dimuat di Farmakope Indonesia. Buku ini diberi nama Ekstra Farmakope Indonesia
1974 dan telah diberlakukan sejak 1 Agustus 1974 sebagai buku persyaratan mutu
obat resmi di samping Farmakope Indonesia.
n i samping
kedua jenis buku tersebut, pada tahun 1996 telah diterbitkan pula buku Formularium
Indonesia yang memuat komposisi ratusan sediaan farmasi yang lazim diminta
di apotek. Buku ini juga mengalami revisi dan pada tahun 1978 diberi nama Formularium
Nasional (Fornas).
n Setiap negara pada umumnya memiliki
Farmakope yang sesuai dengan alam atau iklim dan IPTEK masing-masing negara
tersebut. World Health Organization (WHO) juga telah menerbitkan dua
jilid buku Farmakope Internasional (1965). Begitu juga masyarakat Eropa
dan Ekonomi Eropa (EEC) telah mengeluarkan tiga jilid Farmakope Eropa yang
berlaku untuk negara-negara Eropa Barat di samping Farmakope Nasional
masing-masing negara.
n ecara berurutan, seperti yang terlihat
pada Tabel 5.1. Monografi disertai nama lazim untuk zat yang telah dikenal nama
lazimnya, sedangkan zat kimia organik yang rumus bangunnya dicantumkan umumnya
disertai nama rasional. Farmakope Indonesia juga telah menyesuaikan nama-nama
resmi dengan nama generiknya karena nama kimia yang semula digunakan sering
kali terlalu panjang dan tidak praktis.
n semua
suplemennya
n Bahan dan
Artikel Resmi
Bahan
resmi adalah bahan aktif obat, bahan farmasi, atau komponen alat kesehatan jadi
yang judul monografinya tidak mencakup indikasi sifat-sifat bentuk jadi
tersebut.
Sediaan
resmi adalah sediaan obat jadi atau alat kesehatan jadi, sediaan jadi atau
setengah jadi (misalnya, padatan steril yang harus dibuat menjadi larutan jika
hendak digunakan), atau produk dari satu atau lebih bahan resmi atau produk
yang diformulasikan untuk digunakan pada atau untuk pasien. Artikel adalah
bahan resmi dan sediaan resmi.
volume dari C2H5OH
pada suhu 15,56°. Jika digunakan C2H5OH, yang dimaksud
adalah zat kimia dengan kemurnian mutlak (100%).
n Air
Kecuali dinyatakan lain, yang dimaksud dengan air dalam pengujian dan
penetapan kadar adalah air yang dimurnikan. Air yang digunakan sebagai
bahan pembawa sediaan resmi harus memenuhi persyaratan untuk air, air untuk
injeksi, atau salah satu bentuk steril air yang tercantum dalam monografi
FI ini.
Air yang dapat diminum dan memenuhi persyaratan air minum yang diatur oleh
pemerintah dapat digunakan untuk memproduksi sediaan resmi.
Kecuali dinyatakan
lain, bahan tambahan adalah bahan-bahan yang diperlukan seperti bahan dasar,
penyalut, pewarna, penyedap, pengawet, pemantap, dan pembawa yang dapat
ditambahkan ke dalam sediaan resmi untuk meningkatkan stabilitas, manfaat, atau
penampilan , dan untuk mempermudah pembuatan.
n Zat-zat
tambahan harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
- Bahan tersebut tidak membahayakan
dalam jumlah yang digunakan.
- Tidak melebihi jumlah minimum yang
diperlukan untuk memberikan efek yang diharapkan.
- Tidak mengurangi ketersediaan
hayati, efek terapi, atau keamanan sediaan resmi.
- Tidak mengganggu dalam pengujian
dan penetapan kadar.
Tangas Uap dan Tangas
Air
Semua peryataan
persentase etanol ̶ seperti di bawah
subjudul kadar etanol ̶
diartikan persentase volume per Ketentuan Umum FI ed. IV
n Judul
FI tanpa keterangan lain yang dimaksud adalah FI IV dan Tata Nama
Judul monografi
memuat nama Latin dan nama Indonesia sFarmakope Indonesia jilid I dan II
direvisi menjadi Farmakope Indonesia edisi II yang berlaku sejak 12 November
1972.
Pada tahun 1979, Farmakope Indonesia Edisi III baru dapat diterbitkan yang
kemudian diberlakukan mulai 12 November 1979. Terakhir, diluncurkan Farmakope
Indonesia edisi IV pada tahun 1995.
n Sebagai pelengkap Farmakope Indonesia,
telah diterbitkan pula sebuah buku persyaratan mutu resmi yang mencakup zat, b
ahan obat, dan sediaan farmasi yang banyak digunakan di Indonesia, tetapi tidak
dimuat di Farmakope Indonesia. Buku ini diberi nama Ekstra Farmakope Indonesia
1974 dan telah diberlakukan sejak 1 Agustus 1974 sebagai buku persyaratan mutu
obat resmi di samping Farmakope Indonesia.
n i samping
kedua jenis buku tersebut, pada tahun 1996 telah diterbitkan pula buku Formularium
Indonesia yang memuat komposisi ratusan sediaan farmasi yang lazim diminta
di apotek. Buku ini juga mengalami revisi dan pada tahun 1978 diberi nama Formularium
Nasional (Fornas).
n Setiap negara pada umumnya memiliki
Farmakope yang sesuai dengan alam atau iklim dan IPTEK masing-masing negara
tersebut. World Health Organization (WHO) juga telah menerbitkan dua
jilid buku Farmakope Internasional (1965). Begitu juga masyarakat Eropa
dan Ekonomi Eropa (EEC) telah mengeluarkan tiga jilid Farmakope Eropa yang
berlaku untuk negara-negara Eropa Barat di samping Farmakope Nasional
masing-masing negara.
n ecara berurutan, seperti yang terlihat
pada Tabel 5.1. Monografi disertai nama lazim untuk zat yang telah dikenal nama
lazimnya, sedangkan zat kimia organik yang rumus bangunnya dicantumkan umumnya
disertai nama rasional. Farmakope Indonesia juga telah menyesuaikan nama-nama
resmi dengan nama generiknya karena nama kimia yang semula digunakan sering
kali terlalu panjang dan tidak praktis.
n semua
suplemennya
n Bahan dan
Artikel Resmi
Bahan
resmi adalah bahan aktif obat, bahan farmasi, atau komponen alat kesehatan jadi
yang judul monografinya tidak mencakup indikasi sifat-sifat bentuk jadi
tersebut.
Sediaan
resmi adalah sediaan obat jadi atau alat kesehatan jadi, sediaan jadi atau
setengah jadi (misalnya, padatan steril yang harus dibuat menjadi larutan jika
hendak digunakan), atau produk dari satu atau lebih bahan resmi atau produk
yang diformulasikan untuk digunakan pada atau untuk pasien. Artikel adalah
bahan resmi dan sediaan resmi.
volume dari C2H5OH
pada suhu 15,56°. Jika digunakan C2H5OH, yang dimaksud
adalah zat kimia dengan kemurnian mutlak (100%).
n Air
Kecuali dinyatakan lain, yang dimaksud dengan air dalam pengujian dan
penetapan kadar adalah air yang dimurnikan. Air yang digunakan sebagai
bahan pembawa sediaan resmi harus memenuhi persyaratan untuk air, air untuk
injeksi, atau salah satu bentuk steril air yang tercantum dalam monografi
FI ini.
Air yang dapat diminum dan memenuhi persyaratan air minum yang diatur oleh
pemerintah dapat digunakan untuk memproduksi sediaan resmi.
Kecuali dinyatakan
lain, bahan tambahan adalah bahan-bahan yang diperlukan seperti bahan dasar,
penyalut, pewarna, penyedap, pengawet, pemantap, dan pembawa yang dapat
ditambahkan ke dalam sediaan resmi untuk meningkatkan stabilitas, manfaat, atau
penampilan , dan untuk mempermudah pembuatan.
n Zat-zat
tambahan harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
- Bahan tersebut tidak membahayakan
dalam jumlah yang digunakan.
- Tidak melebihi jumlah minimum yang
diperlukan untuk memberikan efek yang diharapkan.
- Tidak mengurangi ketersediaan
hayati, efek terapi, atau keamanan sediaan resmi.
- Tidak mengganggu dalam pengujian
dan penetapan kadar.
n Tangas uap
adalah tangas dengan upa panas mengalir, sedangkan tangas air adalah tangas air
yang mendidih kuat jika tanpa menyebutkan suhu tertentu.
n Pernyataan
“Lebih Kurang “
Pernyataan ini menunjukkan penggunaan wadah yang dapat tertutup rapat dengan
ukuran yang sesuai dan bentuk sedemikian rupa sehingga dapat mempertahankan
kelembaban rendah dengan pertolongan silika gel atau pengering lain yang
sesuai.
n Desikator
vakum adalah desikator yang dapat mempertahankan kelembaban rendah pada tekanan
tidak lebih dari 20 mmHg atau pada tekanan lain yang ditetapkan dalam
monografi.
n Penyaringan
Jika
dinyatakan saring tanpa penjelasan lebih lanjut, dimaksudkan cairan disaring
menggunakan kertas saring yang sesuai sampai dihasilkan filtrat yang
n Maksudnya adalah pemijaran yang harus
dilanjutkan pada suhu 800 derajat plus minus 25 derajat, sehingga hasil dua
penimbangan berturut-turut berbeda tidak lebih dari 0,50 mg tiap gram zat yang
digunakan; penimbangan kedua dilakukan setelah dipijarkan lagi selama 15 menit.
n Indikator
Kecuali dinyatakan lain, jumlah indikator yang digunakan dalam pengujian kurang
lebih 0,2 mL atau 3 tetes.
n Bobot yang
Dapat Diabaikan
Maksudnya adalah bobot yang tidak melebihi 0,50 mg.
n Pernyataan
Tidak Berbau
Pernyataan
tidak berbau ,praktis tidak berbau, berbau khas lemah ditetapkan dengan
pengamatan setelah bahan terkena udara selama 15 menit, dihitung setelah wadah
yang berisi tidak lebh dari 25 g bahan dibuka.
n Bobot
Jenis
Kecuali dinyatakan lain, bobot jenis adalah perbandingan bobot zat di udara
pada suhu 25° terhadap bobot air dengan volume yang sama pada suhu 25°.
n Suhu
Kecuali dinyatakan lain, semua suhu di dalam FI dinyatakan dalam derajat
Celcius dan semua pengukuran dlakukan pada suhu 25°.
- Suhu kamar terkendali adalah suhu
antara 15° dan 30°.
- Suhu penyimpanan dingin adalah
suhu tidak lebih dari 8°.
- Lemari pendingin mempunyai suhu
antara 2° dan 8°.
- Lemari pembeku mempunyai suhu
antara -20° dan -10°.
- Sejuk adalah suhu antara 8° dan 15°;
kecuali dinyatakan lain, bahan yang harus disimpan pada suhu sejuk dapat
disimpan di dalam lemari pendingin.
- Suhu kamar adalah suhu pada ruang
kerja.
- Hangat adalah suhu antara 30° dan 40°.
- Panas berlebih adalah suhu di atas
40°.
n Batas
Waktu
Jika
tidak dinyatakan lain, reaksi dibiarkan berlangsung selama 5 menit pada
pelaksanaan pengujian dan penetapan kadar.
n Hampa
Udara
Kecuali
dinyatakan lain, hampa udara adalah kondisi dengan tekanan udara tidak lebih
dari 20 mmHg.
- Wadah tertutup kedap harus dapat
mencegahnya tembusnya udara atau gas selama penanganan, pengangkutan,
penyimpanan, dan pendistribusian.
- Wadah satuan tunggal digunakan
untuk produk obat yang berfungsi sebagai dosis tunggal yang harus
digunakan segera setelah dibuka. Tiap wadah satuan tunggal harus diberi
etiket yang menyebutkan identitas, kadar atau kekuatan, nama produsen,
nomor batch, dan tanggal kadaluarsa.
- Wadah dosis tunggal adalah wadah
satuan tunggal untuk bahan yang hanya digunakan secara parenteral.
- Wadah dosis satuan adalah wadah
satuan tunggal untuk bahan yang digunakan bukan secara parenteral dalam
dosis tunggal, tetapi langsung dari wadah.
- Wadah satuan ganda adalah wadah
yang memungkinkan isinya dapat diambil beberapa kali tanpa mengakibatkan perubahan
kekuatan, mutu, atau kemurnian sisa zat dalam wadah tersebut.
- Wadah dosis ganda adalah wadah
satuan ganda untuk bahan yang digunakan hanya secara parenteral.
n Simplisia
Persyaratan simplisia nabati dan hewani, yaitu :
- Tidak boleh mengandung
organisme patogen.
- Harus bebas dari
cemaran mikroorganisme, serangga, dan binatang lain serta kotoran hewan.
- Tidak boleh ada
penyimpangan bau dan warna.
- Tidak boleh
mengandung lendir atau menunjukkan adanya kerusakan.
- Kadar abu yang
tidak larut dalam asam tidak boleh lebih dari 2%, kecuali dinyatakan lain.
- Kadar Larutan
1. Larutan volumetri
(a) Molalitas (m) adalah jumlah gram molekul zat yang
dilarutkan dalam 1 kg pelarut.
(b) Molaritas (M) adalah jumlah gram molekul zat yang
dilarutkan dalam pelarut hingga volume 1 liter.
(c) Normalitas adalah jumlah bobot ekuivalen zat yang
dilarutkan dalam pelarut hingga volume 1 liter.
Persen
(a) b/b menyatakan jumlah gram zat dalam
100 gram larutan atau campuran.
(b) b/v menyatakan jumlah gram zat dalam 100
ml larutan (air atau lainnya).
(c) v/v menyatakan jumlah ml zat dalam 100 ml
larutan.
(d) v/b menyatakan jumlah mL zat dalam 100 gram larutan.
3. Pernyataan persen
tanpa penjelasan lebih lanjut untuk
(a) campuran padat atau setengah padat, yang dimaksud adalah persen b/b;
(b) larutan dan suspensi suatu zat padat dalam cairan, yang dimaksud
adalah persen b/v;
(c) larutan cairan di dalam cairan, yang dimaksud adalah persen v/v;
(d) larutan gas dalam cairan, yang dimaksud adalah persen b/v.
PENGERTIAN OBAT DAN
SEDIAAN
n Pengertian
Obat Secara Umum
Obat
adalah
semua bahan tunggal atau campuran yang dipergunakan oleh semua makhluk untuk
bagian dalam dan luar tubuh guna mencegah, meringankan, dan menyembuhkan
penyakit.
Menurut
undang-undang, yang dimaksud obat adalah suatu bahan atau campuran bahan untuk
dipergunakan dalam menentukan diagnosis, mencegah, mengurangi, menghilangkan,
menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit, luka atau kelainan badaniah atau
rohaniah pada manusia atau hewan termasuk untuk memperelok tubuh atau bagian
tubuh manusia.
n Penggolongan
Obat
Obat
dapat digolongkan berdasarkan beberapa kriteria, yaitu kegunaan obat, cara
penggunaan obat, cara kerja obat, undang-undang, sumber obat, bentuk sediaan
obat, serta proses fisiologis dan biokimia dalam tubuh.
•
Menurut Kegunaan Obat
Penggolongan
obat berdasarkan gunanya dalam tubuh, yaitu :
1. untuk menyembuhkan (terapeutic);
2.
untuk mencegah (prophylactic);
3.
untuk diagnosis (diagnostic).
•
Menurut Cara Pengunaan Obat
Menurut
cara penggunaannya, obat digolongkan atas
1. Medicamentum ad usum internum (pemakaian dalam) melalui oral ̶ diberi etiket putih.
2. Medicamentum ad usum externum (pemakaian luar) melalui implantasi,
injeksi, membran mukosa, rektal, vaginal, nasal, opthalmic, aurical,
collutio / gargarisma / gargle ̶ diberi etiket biru.
•
Menurut Cara Kerja Obat
Penggolongan
obat berdasarkan cara kerjanya dalam tubuh, yaitu
1.
Lokal: obat yang bekerja pada jaringan setempat, seperti pemakaian tropikal.
2.
Sistemik: obat yang didistribusikan ke seluruh tubuh, seperti tablet analgetik.
•
Menurut Undang-Undang
Penggolongan
obat menurut undang-undang, yaitu
1. Narkotik (obat bius atau daftar O = opium) merupakan obat yang diperlukan
dalam bidang pengobatan dan IPTEK serta dapat menimbulkan ketergantungan dan
ketagihan (adiksi) yang sangat merugikan masyarakat dan individu apabila
digunakan tanpa pembatasan dan pengawasan dokter; misalnya candu/opium, morfin,
petidin, metadon, dan kodein.
2.
Psikotropika (obat berbahaya) merupakan obat yang memengaruhi proses mental,
merangsang atau menenangkan, mengubah pikiran/perasaan/kelakuan
seseorang;misalnya golongan ekstasi, diazepam, dan barbital/luminal.
3.
Obat keras (daftar G = geverlijk = berbahaya) adalah semua obat yang
(a)
memiliki takaran/dosis maksimum (DM) atau yang tercantum dalam daftar obat
keras yang ditetapkan pemerintah;
(b)
diberi tanda khusus lingkaran bulat berwarna merah dengan garis tepi hitam dan
huruf “K” yang menyentuh garis tepinya;
(c) semua obat baru,
kecuali dinyatakan oleh pemerintah (Depkes RI) tidak membahayakan;
(d)
semua sediaan parenteral/injeksi/infus intravena.
4. Obat bebas terbatas (daftar W = waarschuwing = peringatan) adalah
obat keras yang dapat diserahkan tanpa resep dokter dalam bungkus aslinya dari
produsen atau pabrik obat itu, kemudian diberi tanda lingkaran bulat berwarna
biru dengan garis tepi hitam serta diberi tanda peringatan (P No.1 s/d P No.6;
misalnya P No.1: Awas obat keras, bacalah aturan pakai!).
5. Obat bebas adalah obat yang dapat dibeli secara bebas dan tidak membahayakan
si pemakai dalam batas dosis yang dianjurkan; diberi tanda lingkaran bulat
berwarna hijau dengan garis tepi hitam.
•
Menurut Sumber Obat
Obat
yang saat ini digunakan dapat bersumber dari
1. Tumbuhan (flora atau nabati);contohnya, digitalis, kina dan minyak jarak.
2. Hewan (fauna atau hayati);contohnya, minyak ikan, adeps lannae, dan cera.
3. Mineral (pertambangan);contohnya, iodkali, garam dapur, parafin, vaselin,
sulfur.
4. Sintetis (tiruan/buatan);contohnya, kamper sintesis dan vitamin C.
5.
Mikroba dan fungi/jamur;contohnya, antibiotik penisilin.
Dosis yang dimuat
dalam Farmakope Indonesia dan farmakope negara-negara lain hanya dimaksudkan
sebagai pedoman saja. Begitu juga dosis maksimum, yang bila dilampaui dapat
mengakibatkan efek toksis, bukan merupakan batas yang mutlak ditaati. Dosis
maksimum dari banyak obat dimuat di semua farmakope, tetapi kebiasaan ini sudah
mulai ditinggalkan karena kurang adanya kepastian mengenai ketepatannya. Hal
ini berhubungan dengan variasi biologi dan faktor-faktor tersebut. Variasi
biologi yang dimaksud ialah adanya perbedaan respon di antara individu dalam
suatu populasi yang diberi obat dalam dosis yang sama. Variasi biologi ini
disebut juga Varian. Sebagai ganti dosis maksimum, kini digunakan dosis
lazim, yaitu dosis rata-rata yang biasanya memberikan efek yang diharapkan.
n Ketentuan
Umum FI ed. III tentang Dosis
1.
Dosis maksimum (DM)
Dosis ini berlaku untuk pemakaian satu kali dan satu hari. Penyerahan obat yang
dosisnya melebihi dosis maksimum dapat dilakukan dengan cara membubuhkan tanda
seru dan paraf dokter penulis resep; memberi garis bawah nama obat tersebut;
dan menuliskan banyak obat dengan huruf secara lengkap.
2. Dosis lazim
Dosis ini merupakan petunjuk yang tidak mengikat, tetapi digunakan sebagai
pedoman umum. Misalnya, obat CTM (4 mg/tablet) disebutkan dosis lazimnya 6-16
mg/hari dan dosis maksimumnya 40 mg/hari; bila seseorang minum 3 x sehari 1
tablet sudah dapat mencapai efek terapi yang normal.
n Macam-Macam
Dosis
Selain
dosis lazim, juga dikenal macam-macam istilah dosis yang lain, yaitu
1. Dosis terapi, takaran obat yang diberikan dalam keadaan biasa dan dapat
menyembuhkan penderita.
2. Dosis minimum, takaran obat terkecil yang diberikan yang masih dapat
menyembuhkan dan tidak menimbulkan resistensi pada penderita.
•
Dosis Maksimum
Daftar
dosis maksimum menurut FI ed. III digunakan untuk orang dewasa yang berumur 20-60
tahun dengan bobot badan 58-60 kg. Ada beberapa ketentuan untuk dosis maksimum,
yaitu
1. Untuk orang lanjut usia yang keadaan fisiknya sudah mulai menurun, dosis
yang diberikan harus lebih kecil daripada dosis maksimum, seperti aturan di bawah
ini.
(a) 60-70 tahun 4/5 dosis dewasa
(b)
70-80 tahun ¾ dosis dewasa
(c)
80-90 tahun 2/3 dosis dewasa
(d)
90 tahun ke atas ½ dosis dewasa
3. Pemberian obat
untuk anak-anak di bawah 20 tahun membutuhkan perhitugan khusus karena respons
tubuh anak atau bayi tehadap obat tidak dapat disamakan dengan orang dewasa.
4. Ada tiga macam bahan obat luar yang memiliki dosis maksimum, yaitu naftol,
guaiakol, dan kreosot untuk kulit; sublimat untuk mata; serta iodoform untuk
obat kompres.
•
Dosis Toksik
Untuk mendapatkan ukuran dosis toksik yang dapat menimbulkan keracunan, perlu
dilakukan pengukuran persentase efek keracunan pada penderita atau hewan
percobaan. Dalam hal ini, yang diukur adalah gejala keracunan pada penderita
atau hewan percobaan setelah diberi obat selama waktu tertentu. Dosis yang
dapat menyebabkan keracunan pada 50% hewan percobaan disebut TD50. Dosis yang
dapat menyebabkan keracunan pada 10% hewan percobaan disebut TD10 dan mungkin
saja ada TD1, TD20, TD99, TD100.
•
Dosis Letalis
Dosis
letalis adalah dosis yang menimbulkan efek kematian pada hewan percobaan. Dosis
yang menyebabkan kematian pada 50% hewan percobaan disebut LD50. Dosis yang
dapat menyebabkan kematian pada 10% hewan percobaan disebut LD10 dan mungkin
saja ada LD1, LD20, LD99, LD100.
•
Dosis Letalis
Dosis
letalis adalah dosis yang menimbulkan efek kematian pada hewan percobaan. Dosis
yang menyebabkan kematian pada 50% hewan percobaan disebut LD50. Dosis yang
dapat menyebabkan kematian pada 10% hewan percobaan disebut LD10 dan mungkin
saja ada LD1, LD20, LD99, LD100.
n Perhitungan
Dosis
Pemilihan
dan penetapan dosis memang tidak mudah karena harus memerhatikan beberapa
faktor, yaitu
1. faktor penderita;
meliputi umur, bobot badan, jenis kelamin, luas permukaan tubuh, toleransi,
habituasi, adiksi dan sensitivitas, serta kondisi penderita;
2. faktor obat;
meliputi sifat kimia dan fisika obat, sifat farmakokinetik (ADME), dan jenis
obat;
3.
faktor penyakit; meliputi sifat dan jenis penyakit serta kasus penyakit.
oleh karena aturan
pokok perhitungan dosis untuk anak tidak ada, para pakar mencoba untuk membuat
perhitungan berdasarkan umur, bobot badan, dan luas permukaan tubuh (body
surface area). Berikut adalah beberapa rumus perhitungan dosis.
Source : http://akbarnuraji.blogspot.com/2012/09/farmasetika-dasar.html